Fenomena Gambar “Gunung Kembar”
Oleh
Jajang Suryana
Diresume oleh Kadek Ayu Sasmita Dewi
Pola gambar
gunung kembar menjadi fenomena yang menarik sebagai bahan kajian dalam membahas
gambar karya anak-anak Indonesia. Pola ini, selalu muncul dalam gambar buatan
anak-anak di manapun anak-anak itu bertempat tinggal. Lukisan
gunung kembar di tengahnya ada matahari kemudian ada gambar beberapa burung
terbang dihiasi dengan hamparan sawah dan jalan tampaknya sampai detik ini
masih menempati papan atas blantika karya lukis anak-anak Indonesia. Entah
sejak kapan karya itu muncul tapi yang jelas sampai hari ini kita masih banyak
menjumpai lukisan-lukisan itu di ruang sekolah anak-anak SD. Menyaksikan
anak-anak itu berkarya mengingatkan diri sendiri pada masa kecil yang juga
berkarya persis seperti apa yang diimajinasikan mereka.
Anak-anak memang memiliki daya rekam
yang tinggi. Kreasi mereka dalam melukis gunung kembar tidak lepas dari peran
guru yang berangkali memberikan doktrin untuk menggambarnya melalui apa yang
dia contohkan lewat papan tulis. Guru ini yang masa kecilnya juga demikian
mencoba untuk mentransformasikan apa yang sudah dia dapat di masa lalu kepada
anak-anak sehingga hal ini akan terus berkesinambungan dari generasi ke
generasi. Dalam banyak hal, masa lalu guru, orang tua atau siapa saja yang
mengasuh anak-anak ditanamkan dalam diri mereka sehingga anak-anak menjadi
produk masa lalu mereka. Hal ini tidak sepenuhnya salah selama tidak mengekang
kreatifitas anak-anak. Bahkan masa lalu yang baik barangkali bisa menjadi sumber
inspirasi untuk kemudian ditransformasikan kepada anak-anak setelah melalui
berbagai pengembangan yang sesuai dengan zamannya.
Orang tua sebagai pelaku masa lalu
tentu sudah belajar banyak hal tentang arti kehidupan sehingga seharusnya
mereka bisa merangkum pelajaran-pelajaran darinya untuk kemudian dijadikan
resep racikan masa depan anak-anak. Fenomena lukisan gunung kembar bisa
dijadikan pelajaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa paling penting untuk
membentuk segala hal yang berkenaan dengan anak-anak termasuk kepribadian
mereka. Orang tua harus jeli melihat pengalaman masa lalu sebagai referensi
pembentukan karakter anak. Janganlah sibghoh (celupan, pengaruh) orang tua
terhadap anak-anaknya kalah oleh sibghoh budaya luar (TV, internet, sekolah
dll) yang barangkali banyak negatifnya. Pengawasan ketat dalam artian moderat
(tidak mengekang tapi juga tidak membebaskan secara mutlak) dengan latar
belakang kasih sayang yang benar akan memberikan pengaruh positif luar biasa
bagi perkembangan anak-anak.
Lukisan gunung kembar masih menjadi
tradisi turun temurun generasi kita di balik lunturnya budaya-budaya lain
seperti lagu-lagu anak yang kian menghilang karena degradasinya oleh lagu-lagu
dewasa yang hingar bingarnya terdengar di penjuru rumah. Masih eksisnya lukisan
gunung kembar karena praktek berulang-ulang di bangku sekolah bisa dipandang
sebagai sesuatu yang positif atau negatif tergantung dari sudut pandang mana.
Lukisan gunung kembar menjadi gambaran keberhasilan doktrinitas sebagian
pengasuh anak-anak di Indonesia tapi juga kegagalan dalam pengembangan
kreatifitas. Doktrin yang sesuai porsi anak tentu menjadi pengawal yang baik
bagi pengembangan kreatifitas mereka yang di zaman ini sudah bisa diakses
lewat apa saja. Kalau sudah begini, siapa saja harus menjadi orang tua yang
bijak dan cerdas jika menginginkan generasi yang berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar